kaum muda papua
ini disebut rakyat papua nekad dengan perjuangan kemerdekaannya, tetapi kami
ingin menyebutnya “mahasiswa pejuang kemerdekaan”.
Mereka adalah kaum muda west papua yang potensial, yang memperjuangkan kemerekaan bangsanya
hingga titik darah penghabisan. Kebanyakan dari kami adalah yang sudah
kehilangan sanak saudaranya: ayah, ibu, anak, keponakan, tante, om, nenek, dan
lainnya. Juga kami yang sudah kehilangan gunung dan hutan kami akibat dieksploitasi penjajah. Singkatnya, kami yang
sudah “merasakan” betapa jahatnya pendudukan militer dan pemerintah Indonesia, dan kapitalis yang menjajah dan menguras alam
west papua .
kaum muda papua ini tidak peduli dengan segala “kebaikan hati” penjajah; Otonomi Khusus otsus plus,UP4B,Pemekaran
wilayah,kabupaten dan Propinsi. Justru itu menambah rasa
nasionalismenya. kami juga tidak perduli dengan
berapa jumlah rakyat papua yang telah
“dijinakan” oleh penjajah indonesia. Yang mereka pikirkan dan perjuangkan
adalah bagaimana mengakhiri penjajahan dan merebut kemerdekaan west papua dari
tangan penjajah.
kaum muda papua ini tidak tanggung-tanggung
untuk mengorbankan apa saja bagi perjuangan kemerdekaan west papua; berupa uang, benda, waktu, tenaga,
bahkan sampai nyawa. kami jugalah yang selalu jalan dari rumah kost ke rumah kost, asrama ke asrama di tanah Jawa, Bali, Sulawasi maupun di west
papua untuk mengumpulkan pakaian bekas, botol bekas, dan koran bekas untuk
dijual hanya sekedar untuk kepentingan dana aksi demonstrasi. kami juga yang
sering pelarian kereta api dari Yogyakarta, Surabaya, Malang, Semarang, Solo,
Salatiga, Jember, dan Bandung untuk ke Jakarta hanya untuk kepentingan aksi
demostrasi. kami jugalah yang selalu bolos kuliah, bahkan
tinggalkan kuliah untuk kepentingan perjuangan kemerdekaan west papua, sehingga
harus kuliah bertahun-tahun. Lamanya waktu studi kami ini tidak sama dengan
lamanya waktu studi mahasiswa “pengemis” yang mendapatkan beasiswa dari PT
Freeport Indonesia. Mahasiswa penerima beasiswa PT
Freeport berkuliah lama karena senang menjadi “hamba” kapitalis,
sang setan internasional itu.
Kaum mudah pejuang kemerdekaan juga tidak jarang untuk
meneteskan air mata ketika mendengar duka nestapa rakyat west papua akibat
penjajahan kolonial. Mereka juga sering duduk menangis karena merasa beratnya
pikulan beban perjuangan yang mereka embani. Tetapi (hebat)
tidak pernah ada kata “menyerah” bagi kami. kami juga tidak pernah merasa malu
dengan perjuangan kami walaupun banyak ditertawakan, soalnya rasa dan cita-cita
hidup merdeka yang melekat pada dirinya sangat melebihi rasa malu dalam perjuangannya.
Nasionalisme west papua yang sangat matang mendorong
mereka untuk teruslah berjuang. Makanya, kami menciptakan kata-kata seperti “berjuang sampai titik darah
penghabisan”, “kami adalah pejalan kaki yang lambat, tetapi tidak pernah
berjalan mundur”, “persatuan tanpa batas, perjuangan sampai menang” (moto Front
PEPERA-Papua Barat), dan meniru kata-kata seperti patria o muerte (tanah
air atau mati), morir por la patria es vivir (demi tanah air, mati
berarti hidup), dan kutipan kata-kalain lainnya. Kata-kata ini sangat akrab
dengan perjuangan kami, bahkan menjadi nyawa perjuangan dalam merebut
kemerdekaan west papua. Banyak upaya “penjinakan” yang dilakukan oleh musuh
perjuangannya; tawaran uang, jabatan, pekerjaan, bahkan sampai diteror, di intimidasi, dimata-matai, dan lainnya tetapi mereka
tetap pada pendirian kami bahwa “west papua harus merdeka”, apapun konsekwensinya.
Sumber catatan sem karoba,
Oleh Goo_Koteka_Che
Tidak ada komentar: