Situasi papua dewasa ini, di sisi lain hal itu
menunjukkan adanya proses modernitas di papua. Apalagi mereka yang datang ke
papua merasa dan beranggapan bahwa mereka jauh lebih mampu dan mengerti daripada
masyarakat asli papua.tentu saja hal itu salah.
Arus industrialisasi yang salahsatu di motori
oleh PT.Freeport indonesia justru menimbulkan banyak korban. Selain nyawa, ada
banyak korban tak kasatmata yang jumlahnya tidak dapat di hitung seperti pendakalang
sungai, rusaknya ekosistem pantai berdampak pada terganggunya pola hidup
masyarakat kamoro, warga sipil papua yang penghuni pesisir mimika hingga
meluasnya infeksi karena HIV/Aids. Tidak hanya itu,perubahan seiring hadirnya
perusahan tambang tersebut turut memporak-porandakan kehidupan sosial komunitas
warga sipil papua.
Berlimpahnya miliaran uang rupiah membuat
sebagian besar warga sipil papua tergantung. Mereka enggan untuk berkebun atau
menolok sagu. Sebagian warga sipil papua menjadi malas dan semata-mata
mengharapkan limpahan miliaran dana yang di berikan perusahan tambang itu,
menghabiskannya cepat dalam gaya hidup yang tidak produktif.
Ekspansi yang sedemikian dasyatnya baik dalam
ranah kapitalisme, kultural dan politik halus dari luar papua telah membuat
sebagian besar warga sipil papua berubah dan kemudian termarginalisasikan
diatas tanah leluhurnya sendiri.
Dengan segala kekayaan yang dimiliki papua
memang layak disebut sebagai masa depan, namun jika sunggu hadir di sana,masa
depan itu seolah jauh sekali.
Dalam buku itu Bruder Theo Van Den Broek OFM
mengungkapkan,ekspansi besar-besaran kepapua baik melalui migrasi sangat terasa
di daerah perkotaan. Para pendatang itu cenderung untuk menetap di
daerah-daerah di mana terdapat peluangekonomi nyata.
Berbekal pengalaman dan jaringan,mereka rebut
sumber-sumber ekonomi di perkotaan yang kemudian berdampak pada akses lain
seperti pendidikan,kesehatan dan lapangan kerja. Terjadi persaingan sengit
untuk merebutkan peluang-peluang ekonomi yang jumlahnya terbatas. Tentu saja
dalam persaingan itu ada pihak yang menang dan ada pihak yang kalah. Dari yang
kalah itu lalu muncul kelompok marginal. Persaingan yang demikian ketat hanya
dapat dimenangkan oleh mereka yang telah di bekali pendidikan, keterampilan dan
keterbukaan budaya untuk mampu bersaing.
Ketika kita patut di akui juga bahwa ekspansi
kapital, kultural dan politik yang datang dari luar papua memang mengubah wajah
wilayah itu. Namun, perubahan telah menyebabkan umumnya warga sipil papua di
hadapkan pada persaingan yang tidak seimbang dengan para
pendatang.
Kebijakan-kebijakan afirmatif dalam berbagai
bidang khususnya politik,ekonomi dan sosial budaya ternyata belum di dukung
oleh prasarana dan insfratruktur memadai. Selain itu, belum adanya perda,perdasus
dan perdasi membuat implementasi Otsus tidak optimal karena dana yang jumlah
triliunan rupiah tidak terkelola baik dan diduga korupsi.
Hal itu menyebabkan, persepsi warga sipil
papua menjadi buruk. Akibatnya, stigmatisasi terhadap warga sipil papua terus
terjadi dan menyebabkan kita terus menyalami ketidakadilan sosial,ekonomi dan
budaya serta politik.
Penulis Goo Koteka Aktivis Papua,Mahasiswa
Papua kuliah di jawa.
Tidak ada komentar: