“Dari Stigma Wong Ireng, Pemabuk, Tukang Reseh, Preman, Tidak Taat Lalu
Lintas hingga Separatis kepada Mahasiswa Papua di Yogyakarta”
Jika kami Di Pangil WONG IRENG,
menurut kami itu wajar karena memang warna kulit kami demikian.
Jika kami dibilang PEMABUK maka kami akan bertanya
siapa yang MENJUAL MINUMAN BERALKOHOL (dari 5% - 100%) dan
siapa yang memberikan IJIN PENJUALAN Minuman Beralkohol (dari 5% - 100%) ?,
Jika kami dibilang TUKANG RESEH dan TIDAK TAAT ATURAN LALU LINTAS
maka kami akan bilang siapa yang suka mengunakan motor dengan kenalpot
resing tanpa mengunakan helem dan membunyikan motor keras-keras
sambil menghambat fasilitas jalan umum ?, Jika kami dibilang PREMAN
secara spontan kami akan marah sebab kami adalah MAHASISWA dan INTELEK
bukan PREMAN.
Jika kami dibilang SEPARATIS, MAKAR, dan lain sebagainya
maka saya akan bertanya apa dasarnya dan apa buktinya
serta apakah secara definisi Mahasiswa Papua dan Separatis atau Makar sama ?
Beberapa pertanyaan diatas, jika dibicarakan dan/atau diucapkan oleh
masyarakat menegah ke bawah kami (mahasiswa papua yogyakarta) tidak
persoalkan dan bahkan tidak perdulikan karena kami tahu mereka tidak
berpendidikan dan tidak memiliki wawasan yang luas sehingga mereka dapat
berkata-kata demikian. Kami sangat jengkel dan tidak sepakat jika hal
itu disampaikan oleh orang yang berpendidikan atau Seorang Pejabat
Publik, seperti Eksekutif, Legislatif, Yudikatif, dan Alat Keamanan
Negara sebab mereka memiliki etika profesi yang mewajibkan Seorang
Pejabat Negara Untuk Profesional.
Sejak peristiwa Cebongan
hingga hari ini, kami menilai ada beberapa isu yang dikembangkan oleh
pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab kepada orang timur khusunya kami
Mahasiswa Papua yang diidentikan dengan WONG IRENG, TUKANG RESE,
PEMABUK, TIDAK TAAT ATURAN LALU LINTAS, PREMAN, dan sekarang mulai
dikembangkan STIGMA SEPARATISME. Pada prinisipnya kami simpulkan bahwa
semua sebutan atau sapaan diatas merupakan “PROYEK STIGMA TERHADAP KAMI
MAHASISWA PAPUA” yang sedang didorong oleh pihak tertentu untuk
kepentingan mereka.
Dari jumlah Pelajar dan Mahasiswa Papua yang
mencapai 7000-an lebih di seluruh wilayah Yogyakarta, tentunya melalui
pemenuhan kebutuhan hidupnya (sandan, pangan dan papan) telah sukses
memberikan SUMBANGSIH TERBESAR SECARA EKONOMI KEPADA MASYARAKAT
YOGYAKARTA, khususnya Pemilik Kos-kosan, pemilik kontrakan, pemilik
warung makan, pemilik tempat cuci pakaian, pemilik rental pengetikan,
pemilik warnet, pemilik rental kendaraan, dan lain sebagainya. Selain
itu karena pengiriman uang untuk biaya hidup mahasiswa papua selama ini
mengunakan akses Bank (swasta maupun milik negara) maka secara otomatis
memberikan keuntungan atau pemasukan bagi Pendapat Asli Daerah (PAD)
Daerah Istimewah Yogyakarta sehingga dapat disimpulkan bahwa :
“KEBERADAAN MAHASISWA PAPUA MEMBERIKAN KONTRIBUSI BESAR SECARA EKONOMI
KEPADA MASYARAKAT DAN PEMERINTAH DI DAERAH ISTIMEWAH YOGYAKARTA”
Pertanyaannya adalah Apakah Orang Yang Selalu Mengatasnamakan Nama
Masyarakat Yogyakarta Untuk Kepentingan Politik, Sosial, Ekonomi, Dan
Budaya Memberikan Kontribusi Secara Ekonomi Kepada Masyarakat Yogyakarta
seperti yang dilakukan mahasiswa papua ?.
Deklarasi Jogja Anti
Separatis yang ditujukan kepada seluruh Mahasiswa Papua di Yogyakarta,
pada tanggal 1 desember 2015 di halaman DPRD DIY merupakan awal
dimulainya Tindakan Siar Kebencian Berbasis Diskriminasi Ras dan Etnis
dalam keistimewaan Yogyakarta. Anehnya lagi tindak itu didukung oleh
SEORANG ANGGOTA DPRD DIY sehingga kami menyimpulkan bahwa tindakan
“DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS TERHADAP MAHASISWA PAPUA di Yogyakarta
dilakukan secara structural baik oleh masyarakat maupun pemerintah
setempat.
Melalui Peristiwa diatas, secara langsung telah
merusak tatanan Negara Indonesia yang terbentuk dari sekian suku,
bangsa, etnik dan ras. Mengingat tindakan Siar Kebencian adalah Tindak
Pidana dan Diskriminasi Rasial adalah Pelanggaran HAM sebagaimana
dijamin dalam Pasal 156 junto Pasal 157 Kitab Undang Undang Hukum Pidana
dan Pasal 4 junto Pasal 15 Undang Undang Nomor 40 Tahun 2008 Tentang
Peghentian Diskriminasi Ras dan Etnis sehingga para pelaku baik secara
invidu maupun organisasi wajib diberikan sangksi sesuai dengan aturan
yang berlaku demi melaindungi Hak Asasi Manusia setiap warga Negara
Indonesia sembari mewujudkan Prinsip Negara Indonesia adalah Negara
hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum.
“STOP DISKRIMINASI RASIAL MENGUNAKAN ISU SEPARATIS”
TERHADAP MAHASISWA PAPUA DI YOGYAKARTA
IPMAPA DIY
PRESIDEN ARIS YEIMO
MAHASISWA PAPUA YOGYAKARTA ANTI DISKRIMINASI RASIAL DAN SIAP MENJAGA JOGJA SEBAGAI KOTA PENDIDIKAN

Tidak ada komentar: