![]() |
foto doc:Frans Nawipa |
Berangkat dari situlah, menurutku, ketiadaan pelaksanaan prinsip-prinsip demokrasi secara utuh di tanah “yang tidak merdeka” Papua, karena ulah dari negara yang membudak pada kepentingan kelas kapitalis. Dan, oleh karena itulah, penyelesaikan permasalah pelanggaran HAM di papua (upaya menengelamkan rumpun melanesia, pembunuhan dan memerkosaan perempuan), eksploitasi tanah papua, dan hegemoni kesadaran di tanah Papua, hanya dapat dituntaskan dengan cara menumbangkan sistem kapitalisme dan menggantikannya dengan sistem yang lebih baik.
Yang menjadi pertanyaan, mengapa kaum buruh harus mengemban tugas penumbangan ini? Jawabannya, karena kepentingan kelas buruh—merebut alat produksi dari kelas kapitalis—secara sistematis terkait dengan berbagai kepentingan massa rakyat tertindas di berbagai ranah. Secara kasat mata, memang penindasan di tanah Papua, tidak ada kaitannya dengan kaum buruh. Namun, pandangan ini keliru. Logika bekerjanya investasi mengarah pada eksploitasi dan alienasi kaum buruh. Untuk mengeksploitasi dan mengalienasi kaum buruh inilah kemudian kelas kapitalis menciptakan kesadaran palsu di tengah-tengah massa rakyat, mengkondisikan rakyat Papua miskin sehingga tersedia buruh-buruh cadangan industri (dalam bahasa Karl Marx: tentara cadangan industri), dan untuk kepentingan mengeksploitasi kerja buruh (agar terus berproduksi hingga komoditi mengalami over) kelas kapitalis merusak alam melalui logika memproduksi lebih banyak lebih baik dan lebih bisa melakukan akumulasi kapital dengan menggila.
Hari ini tanah dan rakyat Papua ditindas dan dirusak alamnya, jelas untuk kepentingan akumulasi kapital. Dan untuk kepentingan inilah kelas kapitalis-imperialisme asing memperalat negara, ideologi, kebudayaan, dan lain sebagainya...
Hancukan mata rantai imperialisme.
Bogor
22 Desember 2015
penulis Ketua Aliansi Mahasiswa Papua Komite Kota Jakarta, Frans Nawipa
Tidak ada komentar: