![]() |
foto doc:logo amp |
Pernyataan
Sikap:
Negara Penjajah Indonesia Melalui
Militerisme-nya Telah dan Masih
Melakukan Pelanggaran Hak Asasi Manusia Papua. SEGERA! Berikan Hak Penentukan Nasib
Sendiri Sebagai Solusi Demokratis Bagi
Rakyat Papua
Perilaku
Negara Penjajah Indonesia melalui Polisi, TNI, Intelijen, dan seluruh jajaran
aparat keamanan Indonesia masih saja
melakukan tindakan tidak manusiawi terhadap rakyat sipil dan tokoh Papua.
Tercatat
dalam sejarah Papua, pada dekade 1960an - 1970an, pengkondisian, pencaplokan,
pendudukan, pembantaian, pembunuhan massal, genosida, penculikan, pemenjarahan,
pengejaran, dan membumi hanguskan daerah-daerah di wilayah adat Papua masih
terjadi yang nyata hingga yang sistematis.
Kurang
lebih tercatat dari 800 ribu jiwa orang Papua setelah aneksasi 01 Mei 1963
hingga konsiparsi manipulasi Pepera Juli-Agustus 1969 oleh Indonesia, jumlah
orang Papua yang dibunuh dalam operasi-operasi militer Indonesia mencapai 500
ribu jiwa.
Dari
pembunuhan para tokoh-tokoh Papua hingga rakyat sipil, sampai hari ini masih
terjadi. Pencatatan stantistik Populasi Orang Papua di Tanah Papua tercatatat
jumlahnya semakin menurun drastis akibat kekerasan Negara yang membabibuta
secara nyata dan tersistematis.
Data
2013/2014 mencatat jumlah orang asli Papua rata-rata 1,7 juta jiwa. Sedangkan
non-Papua 2 juta jiwa. Data tahun 2015, hingga bulan Mei dikabarkan tercatatat
jumlah orang asli Papua 1,5 juta jiwa dan non-Papua 2,3 juta jiwa. Tidak hitung
tahun, dalam beberapa bulan saja jumlah orang Papua berkurang 200 ribu.
Kasus
penembakan di Timika, Jumat, 28 Agustus 2015 yang menewaskan dua warga sipil
diantaranya adalah Emanuel Mailmaur (23) dan Yulianus Okoware (23), tiga warga
sipil dan satu pelajar SMA kritis di RSUD SP IV dan V Mimika. Teragedi yang
memilukan sebuah tindakan tidak manusiawi oleh TNI AD di Timika.
Ini
kronologis:
Pada
acara pukul Tifa yang berlangsung di Koperapoka, dua orang tak dikenal latar
belakang dan statusnya, datang di tempat acara tersebut dalam keadaan mabuk
dengan memakai kendaraan bermotor.
Karena
kedua orang tak dikenal itu datang dalam keadaan mabuk sehingga masyarakat
menolak dan meminta agar tidak boleh masuk ke tempat acara tersebut. Kemudian
kedua orang tersebut diminta pulang ke rumah mereka oleh masyarakat Mimika.
Mereka (pelaku) pulang dengan emosi dan penuh kemarahan.
Lalu
beberapa saat kemudian kedua orang tak kenal itu datang ke tempat acara
tersebut.
Ternyata masyarakat melihat bahwa kedua orang itu bawa dengan senjata
laras panjang dan pisau sangkur.
Kemudian,
dua orang pelaku itu tawar-menawar dengan penjaga keamanan yang berjaga di
tempat acara tersebut. Namun dalam keadaan emosi dan marah yang meledak-ledak
kedua pelaku itu mendobrak paksa masuk dalam acara tersebut dan mengacaukan
situasi acara tersebut.
Mereka
(pelaku) pun menodong dengan pisau ke
arah masyarakat Mimika di sekitar pusat acara. Tak hanya itu, kedua pelaku juga
menodong dengan menggunakan senjata laras panjang. Karena keadaan tersebut,
warga mulai takut dan cemas. Acara pukul Tifa pun mulai kacau karena kehadiran
orang tak kenal itu.
Kemudian,
kedua orang itu (pelaku) keluar dari tempat acara pukul Tifa ke jalan raya.
Dari jalan raya itulah, pelaku mengeluarkan tembakan ke arah masyarakat dan
orang-orang yang ada sekitar sepanjang jalan raya Koperapoka.
Banyak
masyarakat Mimika lari ke sana ke sini karena takut kena peluru senjata tajam.
Para pelaku menembak ke arah masyarakat dengan peluru tajam tetapi tidak
mengenainya. Namun ada banyak orang yang kena peluru tajam dan ada yang
meninggal di tempat.
Nama-nama
korbannya; Imanuel Mailmaur (23) tewas ditembak di tempat, Yulianus Okoware
(23) tewas ditembak mati di tempat, Marthinus Apokapo (24) luka di pinggang
kiri karena kena peluru, Marthinus Imapula (25) luka di kaki kena tembakan
peluru. Dan masih ada yang mengalami luka-luka tembakan tetapi tidak bisa
terdata karena banyak aparat keamanan tidak mengizinkan mengambil data para
korban di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Mimika.
Setelah
mencari tahu siapa para pelaku penembakan itu, ternyata mereka berasal dari
Kodim 1710. Kedua pelaku itu adalah Serka Makher dan Sertu Ashar.
Kasus-kasus
penembakan oleh gabungan militer Indonesia dalam beberapa bulan ini tercatatat,
Kabupaten Lanny Jaya (membumi hanguskan), Kabupaten Timika (Konflik suku yang
disebabkan oleh TNI/POLRI), Kabupaten Paniai (Penenmbakan 5 pelajar, anak,
peremuan dan petugas satpan dan RT Kampung Awabutu), Kabupaten Dogiyai
(Penenmbakan warga sipil, Kampung Ugapuga), Kabupaten Yahukimo (Penenmbakan
warga sipil dan pengejaran), Kabupaten Tolikara (Penenmbakan terhadap warga
sipil) dan pada hari kamis 27 Agustus 2015 penculikan oleh Densus 88 terhadap
tiga warga sipil di Base-G, Jayapura. Mereka yang diculik adalah Wilhelmus Awom
(L/26), Selemon Yom (L/27), dan Yavet Awom (L/19).
Negara
Kolonial Indonesia terus memakai sistem Militerisme sebagai alat untuk terus
menguasai wilayah adat Papua, dan terus memburu manusia Papua yang
mempertahankan hak asasinya. Negara Indonesia terus memperluas wilayah kekayaan alam Papua demi
kepentingan ekonomi-politik bagi Negara-negara Kapitalisme Indonesia dan
Global.
Maka
dari itu, kami Aliansi Mahasiswa Papua [AMP] menuntut:
1.
Negara kolonial Indonesia Stop mengklaim West Papua bagian dari
NKRI dan segera Berikan Hak Penentuan Nasib Sendiri Sebagai Solusi Demokratis
Bagi Rakyat Papua.
2.
Negara kolonial Indonesia segera
tarik Militer (TNI, Polri, BIN dan seluruh jajaran militer) organic dan
non-organik, dan Stop pengiriman
Militer Indonesia di West Papua. Karena, Militer Indonesia bukan solusi
penyelesaian masalah politik West Papua.
3.
Hentikan eksploitasi dan tutup seluruh perusahaan milik
Negara-negara Imperialis, seperti, Freeport, BP, LNG Tangguh, Corindo, Medco,
dan lain-lainnya melalui penghapusan UU NO. 1 Tahun 1967 tentang penanaman
modal asing di tanah Papua.
4.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB),
Amerika Serikat, Belanda, dan Indonesia segera bertanggungjawab atas persoalan Hak Asasi Manusia di atas
Tanah Papua dari tahun 1961 hingga saat ini.
5.
Mendukung United Liberation
Movement for West Papua dalam pertemuan Pasifik Island Forum (PIF) untuk
membahas status West Papua.
6.
Semua elemen, organisasi,
bersama-sama menyikapi kasus Pelanggaran HAM di Tanah Papua secara serius. Dan
dibahas dari akar persoalan status West Papua.
Demikian pernyataan sikap ini
kami buat sebagai bentuk perlawanan atas penjajahan, penindasan dan penghisapan
sistem Imperialisme, Kolonialisme dan Militerisme di atas Tanah West Papua.
Numbay, 03 September 2015
AMP Komite Pusat, Biro Politik
Tidak ada komentar: