![]() |
foto doc:yesaya koteka goo |
Wilayah dan Bangsa Papua Barat dianeksasikan oleh Indonesia dengan cara yang penuh kecurangan, manipulatif, cacat hukum dan tak bermoral. PBB sebagai lembaga dunia yang harusnya menjamin masyarakat dunia ini pun terlibat Pelanggaran HAM berat terhadap rakyat Papua. Perudingan status wilayah dan politik Papua mulai dari konferensi Malino pada tanggal 16-24 Juli 1946, KMB di Den hag Belanda hinggaPerjanjian New York 15 Agustus 1962 tidak pernah melibatkan Orang Papua. Tanggal 19 Desember 1961, Ir Soekarno kumandangkan TRIKORA setelah 18 hari Papua Mendeklarasikan Kemerdekaan untuk membubarkan Negara Papua Barat yang baru berumur 18 hari itu.
1 Mei 1963 UNTEA menyerahkan administrasi wilayah Papua ke
pada pemerintah Indonesia untuk
mempersiapkan pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) sesuai
perjanjian New York (New York Agreement) 15 Agustus 1962. Dengan adanya
penyerahan administrasi wilayah Papua kepada Pemerintah Indonesia, maka
Pemerintah Indonesia mengirim militer dalam jumlah besar dan mobilisasi
penduduk besar-besaran dari Jawa sampai ke Papua dalam upaya
pengkondisian hingga 1969. Terbukti hasil PEPERA dimenangkan oleh
Indonesia. Dua tahun sebelum PEPERA 1969 yaitu 1967 terjadi Kontrak
Karya PT. Freeport Mc Moran Gold and Copper perusahaan tambang emas dan
tembaga milik Imperialis Amerika dengan rezim Orde Soeharto. Kontrak
ini dilakukan karena Indonesia yakin akan memenangkan PEPERA walaupun
dengan cara keji sekalipun, seperti teror, intimidasi dan bahkan
pembunuhan dan peniksaan Bangsa Papua sekalipun.
Kehadiran Indonesia tidak serta merta
diterima oleh pro kemerdekaan Negara Papau Barat. Kenyataan ini dibalas
oleh Indonesia dengan berbagai operasi militer baik di daerah pesisir
Papua maupun daerah pegunungan Papua. Ratusan ribu rakyat Papua tewas
akibat kekejaman militer (TNI-Polri) Indonesia. Apalagi diberlakukan
Daerah Operasi Militer (DOM) sejak 1977-1998, bahkan hingga saat ini.
Konflik kekerasan di West Papua bukan hal
baru. Setengah abad lebih, sejak menguasai wilayah West Papua telah
menjadi lading pembantaian dan eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA). Sudah
waktunya, semua pihak, baik penguasa Indonesia, penguasa negara-negara
di maupun PBB menyadari akar permasalahan West Papua dan mendorong
proses penyelesaian secara damai, demokratis dan final melalui
referendum.
Dunia harus memahami akar persoalan di
Papua yang menyebabkan krisis kemanusiaan di aneksploitasi
besar-besaran, bahwa persoalan mendasar rakyat pribumi West Papua adalah
keinginan untuk menentukan nasib sendiri, sedangkan Indonesia
berkeinginan untuk menguasai wilayah ini, dan memusnahkan pemilik
wilayah ini.
Dua keinginan itu tidak akan pernah di
satukan bersama melalui proses pendekatan dalam kerangka Negara Republik
Indonesia. Bila itu dipaksakan, konflik kemanusiaan dan ekploitasi
Sumber Daya Alam Papua akan terus berlangsung. Itu berarti negara
Indonesia dan dunia sengaja membiarkan dan mendorong pemusnahan pribumi
West Papua dengan tujuan menguasai wilayah ini.
Rakyat West Papua sudah memahami bahwa,
sangat tidak mungkin konflik kekerasan dibawa penguasa yang menjajah
diselesaikan melalui hukum penjajah. Bagaimana mungkin pelaku mengadili
pelaku? Dan bagaimana mungkin penguasa mengakui dan menghentikan
niatnya? Itu hal yang tidak mungkin, karena penguasa akan terus
melakukan pembenaran dengan kekuatan media dan diplomasi negara,
sehingga dunia tertipu dan saling menipu.
Bahwa sejak awal, sebelum Indonesia
menguasai wilayah ini, orang pribumi West Papua telah berikrar untuk
menentukan nasib mereka sendiri. Hak penentuan nasib sendiri itu telah
dimanipulasi melalui pelaksanaanP EPERA pada tahun 1969 yang keliru dan
sangat menciderai hak-hak orang Papua, bahkan tandar-standar dan
prinsip-prisip hokum dan HAM PBB.
Hak penentuan nasib sendiri tidak
terjadi, dan orang West Papua sejak saat itu berjuang agar hak itu
dilakukan kembali. Sejak itu juga, ribuan orang telah menjadi korban
militer Indonesia, ribuan telah mengungsi keluar dan masih tinggal di
camp-camp pengungsi.
Sampai saat ini, di zaman yang terbuka,
orang West Papua secara damai, terbuka dan bermartabat menuntut hak
penentuan nasib sendiri melalui aksi-aksi damai, namun penguasa
Indonesia dengan kekuatan militernya terus menangkap, mengejar dan
membunuh rakyat dan pejuang-pejuang West Papua.
Saatnya dunia mendengar suara jeritan dan
penderitaan Bangsa West Papua, melihat segala penderiataan Bangsa West
Papua serta bicara untuk Bangsa West Papua tentang segala macam
kejahatan yang dilakukan Indonesia terhadap Bangsa Papua Barat. Saatnya
dunia mendesak PBB bertanggungjawab atas sengketa wilayah West Papua
yang belum selesai dibawah hukum Internasional. Saatnya PBB menggelar
Referendum yang damai, demokratis dan final demi keadilan, kemanusiaan,
dan perdamaian dunia.
Selama 51 Tahun Papua di aneksasi kedalam
Indonesia kami warga Papua sangat kecewa dengan ketidak adilan
Indonesia karena selama ini kami selalu demo untuk Republik Indonesia
agar Indonesia bertanggungjawab atas segala pemusnahan namun tidak ada
jawaban dari pihak NKRI. Indonesia tuli terhadap segala tuntutan Bangsa
West Papua. Bangsa Papua menuntut segala pembunuhan yang dilakukan oleh
militer juga tidak biasa bawa pelaku ke arena hukum tetapi pelaku
kejahatan dikasih jabatan, pangkat dan kasih naik haji.
Sudah selama ini kami menuntut aksi-aksi
berbagai Persoalanya itu Papua Merdeka, Pelanggaran Hak Asasi Manusia,
tutup PT. Free Port Indonesia, Tarik Militerisme , bahkan pelanggaran
lain yang di lakukan oleh Indonesia di Papua tetapi nyatanya tidak
pernah hargai aksi-aksi orang papua sampai hari ini,
Pembungkaman kekejaman NKRI terhadap
warga dan alam Papua menuju titik garis kepunahan dan penghabisan bagi
seluruh isi Bumi cenderawasih Papua. Bangsa yang besar dan Negara yang
berdaulat memiliki Kriteria penghormatan, penghargaan terhadap bangsa
yang sedang menimbang Perjuangan Kemerdekaan tetapi kalau kita melihat
dengan resim Indonesia adalah Negara yang memiliki Undang-Undangnya
Militeris medan kekejaman terhadap bangsa lain seperti yang sedang di
lakukan terhadap Papua.
Kami Bangsa Melanesia Papua Barat
menggugat kembali bahwa Pada tanggal 1 Mei 1963 merupakan hari aneksasi
atau pencoblokan paksa oleh NKRI melalui rezim militerisme terhadap
bangsa Papua Barat secara illegal. Bagi bangsa Papua barat 1 Mei sebagai
awal malapetaka penderitaan. Melalui berbagai rezim militer Indonesia
telah melakukan kejahatan secara tidak manusiawi Pelanggaran Ham
besar-besaran sejak terbentuknya Trikomando Rakaya (TRIKORA) 19 Desember
1961 sampai dengan detik ini pun belum pernah di selesaikan dengan baik
sama sekali. Pengejaran, Penangkapan, Pembunuhan, Pemenjarahan dan
Pembungkaman Ruang Demokrasi Bagi Bangsa Papua. Hak hidup orang asli
Papua telah di rampas oleh Negara illegal Kolonialisme Indonesia hingga
51 Tahun silam. Tujuan utama Pencablokan Bangsa dan Tanah Papua Barat
oleh Negara Pemaksa NKRI hanya untuk merampok Kekayaan alam dan nyawa
manusia di di Tanah Papua oleh sebab itu Negara Penjajah perlu ketahui
bahwa Bangsa Papua adalah Pemilik Bumi Papua, Hak atas SDM, Hak untuk
Hidup, Hak untuk Menetukan Nasib terbaiknya dan Hak untuk menikmati
Kekayaannya Namun semuanya itu di bungkamkam oleh Indonesia sehingga
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) membidik dengan berbagai
Perlakuan di Tanah Papua. Di rampas dan di jajah melalui militerisme
secara sewenang-wenang. Pada Hal Keberadaan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) di atas Bumi Papua adalah ILLEGAL.
Mengingat tercapainya setengah Abat (51
tahun) keberadaan NKRI di atas tanah Papua Barat dari tahun 1963 hingga
2014 adalah sangat Ilegal dan Cacat Hukum.
penulis Yesaya Koteka Goo aktivis AMP
Tidak ada komentar: